Senin, 30 April 2018

" Tradisi dan pesona Desa Tumbur di Saumlaki, Maluku Tenggara Barat jangan sampai punah".


Selain keindahan alamnya ternyata Pulau Saumlaki, tepatnya di Desa Tumbur, Kecamatan Wertamrian, Kabupaten Maluku Barat Daya (MTB) menyimpan keistimewaan tersendiri dalam perjalanan sejarahnya. Dari peliputan tim penerangan korem 151/ Binaiya, Jumat (27/4), dijelaskan bahwa banyak cerita unik yang belum diketahui oleh kalayak umum yaitu warisan keahlian dalam mengukir kayu menjadi sebuah patung , kapal dan menenun kain khas Kepulauan Tanimbar.

Hal tersebut menarik perhatian Komandan Komando Resor Militer (Korem) 151/Binaiya, Kolonel Inf Christian K .Tehuteru, sehingga memutuskan untuk mengangkat kunikan yang merupakan kekayaan dan warisan nenek moyang masyarakat Desa Tumbur di Pulau Yamdena atau terkenal dengan sebutan Kepulauan Tanimbar.

Adapun cerita yang bernilai sejarah bagi Masyarakat Desa Tumbur karena telah dilakukan secara turun temurun tersebut antara lain para pria bisa mengukir ukiran patung yg diantara semuanya memiliki beragam makna cerita tersendiri, seperti ukiran kapal yang diatasnya terdapat patung para wanita yang sedang menari dengan menggunakan kain tenun tanimbar, yang meceritakan tentang napakrila yaitu tarian kemenangan setelah menang dalam berperang. Ukiran kapal tanimbar berkepala naga bercerita dan dipengaruhi oleh bangsa Cina yang pernah masuk ke Tanimbar untuk berdagang. Ukiran patung wanita yang sedang menggendong bakul, menceritakan tentang kehidupan masyarakat Tanimbar yang setiap saat berkebun dengan membawa sebuah bakul dengan berbusana kain tenun khas pulau tersebut. Ukiran patung barkou ( patung memegang tombak ) menandakan bahwa nenek moyang mereka adalah para pemburu di hutan. Ukiran patung bertopang dagu, yang meceritakan tentang seorang petani sedang duduk sambil memikirkan pekerjaan berikutnya atau masa depan.

Untuk tenun juga memiliki cara tersendiri dalam membuatnya. Ada yang menggunakan kapas yang dipintal dan diwarnai sendiri atau ada yang menggunakan benang yang dibeli jadi. Corak atau motif serta tingkat kesulitan dalam membuatnya, sangat menentukan nilai dari kain tenun yang dihasilkan.

Semua itu menjadi warisan nenek moyang turun- temurun dan menjadikan salah satu mata pencaharian mereka. Namun ternyata hasil karya seni yang bernilai tinggi tersebut, mereka menemukan kendala dalam hal pemasaran, karena sampai saat ini penjualan terjadi hanya bila ada pembeli yg datang (Pemda, wisatawan lokal maupun internasional) setelah itu sepi kembali.

"Masyarakat Ds. Tumbur masih terkendala dalam pemasaran ukiran kayu dan kerajinan tenun," ujar Bapak Bakho salah satu pengukir kayu di desa tersebut. Masyarakat Tanimbar berharap akan ada pengusaha yang dapat menampung hasil karya mereka dan memasarkan ukiran kayu dan hasil tenun mereka agar dapat menjadi satu penghasilan yang menjanjikan untuk memperbaiki tarap hidup mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar