Selain
keindahan alamnya ternyata Pulau Saumlaki, tepatnya di Desa Tumbur, Kecamatan
Wertamrian, Kabupaten Maluku Barat Daya (MTB) menyimpan keistimewaan tersendiri
dalam perjalanan sejarahnya. Dari peliputan tim penerangan korem 151/ Binaiya,
Jumat (27/4), dijelaskan bahwa banyak cerita unik yang belum diketahui oleh
kalayak umum yaitu warisan keahlian dalam mengukir kayu menjadi sebuah patung ,
kapal dan menenun kain khas Kepulauan Tanimbar.
Hal
tersebut menarik perhatian Komandan Komando Resor Militer (Korem) 151/Binaiya,
Kolonel Inf Christian K .Tehuteru, sehingga memutuskan untuk mengangkat kunikan
yang merupakan kekayaan dan warisan nenek moyang masyarakat Desa Tumbur di
Pulau Yamdena atau terkenal dengan sebutan Kepulauan Tanimbar.
Adapun
cerita yang bernilai sejarah bagi Masyarakat Desa Tumbur karena telah dilakukan
secara turun temurun tersebut antara lain para pria bisa mengukir ukiran patung
yg diantara semuanya memiliki beragam makna cerita tersendiri, seperti ukiran
kapal yang diatasnya terdapat patung para wanita yang sedang menari dengan
menggunakan kain tenun tanimbar, yang meceritakan tentang napakrila yaitu
tarian kemenangan setelah menang dalam berperang. Ukiran kapal tanimbar
berkepala naga bercerita dan dipengaruhi oleh bangsa Cina yang pernah masuk ke
Tanimbar untuk berdagang. Ukiran patung wanita yang sedang menggendong bakul,
menceritakan tentang kehidupan masyarakat Tanimbar yang setiap saat berkebun
dengan membawa sebuah bakul dengan berbusana kain tenun khas pulau tersebut.
Ukiran patung barkou ( patung memegang tombak ) menandakan bahwa nenek moyang
mereka adalah para pemburu di hutan. Ukiran patung bertopang dagu, yang
meceritakan tentang seorang petani sedang duduk sambil memikirkan pekerjaan
berikutnya atau masa depan.
Untuk
tenun juga memiliki cara tersendiri dalam membuatnya. Ada yang menggunakan
kapas yang dipintal dan diwarnai sendiri atau ada yang menggunakan benang yang
dibeli jadi. Corak atau motif serta tingkat kesulitan dalam membuatnya, sangat
menentukan nilai dari kain tenun yang dihasilkan.
Semua
itu menjadi warisan nenek moyang turun- temurun dan menjadikan salah satu mata
pencaharian mereka. Namun ternyata hasil karya seni yang bernilai tinggi
tersebut, mereka menemukan kendala dalam hal pemasaran, karena sampai saat ini
penjualan terjadi hanya bila ada pembeli yg datang (Pemda, wisatawan lokal
maupun internasional) setelah itu sepi kembali.
"Masyarakat
Ds. Tumbur masih terkendala dalam pemasaran ukiran kayu dan kerajinan
tenun," ujar Bapak Bakho salah satu pengukir kayu di desa tersebut.
Masyarakat Tanimbar berharap akan ada pengusaha yang dapat menampung hasil
karya mereka dan memasarkan ukiran kayu dan hasil tenun mereka agar dapat
menjadi satu penghasilan yang menjanjikan untuk memperbaiki tarap hidup mereka.