Perubahan paradigma teknologi informasi tengah mengalami
transformasi yang sangat signifikan. Perluasan informasi yang masif di media sosial
saat ini mampu merubah cara berfikir dan bersikap publik terhadap suatu
fenomena yang berada di sekitar kita.
Etika jurnalistik yang selama ini di junjung tinggi oleh media
cetak, elektronik dan on line pun kini tengah mengalami vibrasi informasi akibat
isu-isu yang di hembuskan melalui media sosial.
Tidak jarang opini publik terbangun oleh kesesatan isu yang
dihembuskan melalui akun-akun medsos yang mengabaikan etika publikasi dan
informasi serta norma yang ditetapkan dalam amanah UU nomor 19/2019 tentang
ITE. Dapat dipahami jika jalur pintas yang ditempuh oleh para netizen sebagai
bentuk penyampaian aspirasi publik yang tidak terserap secara baik dalam media
mainstream ataupun pihak-pihak lain yang terkait.
Namun, hal ini menjadi berbeda jika konten-konten yang
siarkan justru menjadi sumber kesesatan
logika (logical fallacy) yang disebabkan oleh kesalahan pemilihan bahasa dan relevansi materi. Jika ini terjadi dan
dijadikan rujukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kehidupan
kemasyarakatan yang plural, niscaya akan menimbulkan overload informasi dan
berimplikasi pada kebingungan pengambilan keputusan baik individu, kelompok
maupun institusi.
Hal tersebut dapat dilihat dari maraknya berita-berita Hoax dan
ujaran kebencian yang berujung kepada pertentangan antar kelompok dan dapat
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Selain itu, dapat kita sadari, konten-konten yang di kibaskan di
media sosial berhasil mendegradasi kepercayaan publik terhadap institusi bahkan
pemerintah. Situasi tersebut membuktikan
bahwa dinamika dunia maya yang penuh dengan fantasi telah berhasil merubah
realita kehidupan.
Beragam kesesatan logika saat ini berkembang dengan luar biasa
tidak hanya terkait dengan pemaksaan ideologi/kepercayaan namun juga diskusi
yang tidak mau terbantahkan, pemaksaan opini mayoritas, dan lain sebagainya.
Berbagai kesesatan tersebut sesungguhnya bertentangan dengan hak-hak publik
untuk mendapatkan informasi dan berita yang terbuka dan memiliki nilai-nilai
kebenaran yang terkonfirmasi.
Terkait dengan hal tersebut dan untuk mendukung silogisme publik, maka didalam media sosial
harus didukung dengan perangkat infomasi baik dan benar yang didasari pada
landasan moral dan etika profesi. Kedua platform tersebut tentu masih sulit
terwujud di dalam dunia medsos yang penuh dengan keabu-abuan informasi maupun
kabut fakta. Sebagaimana kita ketahui, media sosial yang berada dalam spektrum
dunia maya, menyulitkan bagi para pemirsa (netizen) untuk mengetahui keabsahan
dan akurasi berita yang diusung.
Oleh karena itu, terkait dengan amanah Undang-Undang keterbukaan
informasi, TNI AD mengajak agar seluruh komponen bangsa untuk terlibat dalam
memanfaatkan media sosial secara cerdas dan bijak dengan senantiasa
melakukan penyaringan berita/isu yang
ada sebelum meng-share ataupun memviralkannya baik di Medsos maupun media
publik lainnya.
Jikapun terdapat hal-hal sensitif untuk diadukan, secara
institusi TNI AD sangat terbuka menerimanya. Diera seperti
saat ini, justru dapat dijadikan sebagai bahan masukan yang konstruktif untuk
kepentingan pembangunan TNI AD sebagai Alat Pertahanan yang tangguh dan semakin
dicintai oleh rakyatnya yang notabene adalah ibu Kandung TNI. Namun demikian, tentunya diharapkan aduan
yang diajukan dilengkapi dengan data dan fakta serta identitas yang jelas agar
dapat dipertanggungjawabkan secara moral
dan etika.
Guna menjaga stabilitas opini publik dan kondisi sosial
kemasyarakatan, maka untuk menampung dan
menindaklanjuti berbagai aspirasi publik serta komitmen yang disampaikan
Panglima TNI bahwa TNI tidak anti kritik, maka TNI AD berharap agar aduan/saran/masukan dapat disalurkan secara
resmi kepada institusi, baik secara langsung ke Pomdam/Denpom/Subdenpom atau
seluruh jajaran TNI AD yang terdekat maupun dikirim ke alamat email resmi Dinas
Penerangan TNI AD yaitu dispenad@tniad.mil.id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar