Kata orang berat menjalani kehidupan setelah
menikah. Bagi saya berat atau tidak itu terletak pada hati serta niat individu.
Ternyata bagi saya hidup berkeluarga itu lebih baik dari pada sendiri. Memiliki
pasangan yang halal itu rasanya luar biasa, rasa bersyukur itu makin meningkat.
Saya adalah seseorang yang mempunyai fisik yang beda dari orang kebanyakan.
Disabilitas netra.
Ya itulah saya, hidup dalam situasi gelap, hidup
tidak bisa melihat dunia sedari kecil. Begitu pula pasangan saya adalah
seseorang yang tidak dapat melihat. Kami di pertemukan oleh Allah di waktu kami
menjalani pendidikan visioterapi di Jakarta.
Saya menikah pada tahun awal setelah selesai
pendidikan visioterapi, tahun 2012 Kami mengikat janji, mengikat hati dalam
ikatan pernikahan.
Padahal waktu itu saya belum punya apa-apa, ya
saat ini juga sama sih. 🙂
Motivasi saya paling mendasar adalah dosa, Ya
benar itu dasarnya. Saya takut melakukan dosa dan saya punya keyakinan, bahwa
menikah itu lebih baik daripada sendiri.
Dan memang pilihan yang berat, dengan tanpa
mempelajari kehidupan berumah tangga terlebih dahulu, kami menikah, dengan
bermodalkan tekat, serta mencari ridhonya sang pencipta, Kami mengarungi bahtra
rumah tangga.
Setelah kami menikah tepatnya usia pernikahan
kami 2 bulan, kami memutuskan untuk mengontrak rumah petak intinya kami ingin
mandiri. Dengan debat dan dengan cemoohan dari keluarga besar, kami keluar dari
rumah orang tua.
Rumah yang memberi kenyamanan jasmani Kami.
Ya meski makan, istirahat tidur sangat nyaman,
segala tidak usah mikir tapi jauh di sanubari kami hal itu tidak boleh terus
kami nikmati. Kami meski berbeda dari fisik, tapi kami menikah itu adalah
mencari arti kehidupan di dunia ini.
Kami mencari jalan menuju jalan pada Illahi
Rabbi.
Dengan bermodalkan uang 1 juta hasil jual cincin
yang di waktu ijab kobul saya sematkan di jari istri, serta hasil menerapi
kehidupan yang sebenarnya dimulai. Cari kontrakan juga tidak mudah, beberapa
kali Kami dapat informasi rumah kontrakan kosong, tapi nyatanya tidak ada.
Jika adapun, pemilik kontrakan enggan memberikan
rumah kontrakanya untuk disewa oleh Saya tuna netra. Ada beberapa pemilik
kontrakan kosong tersebut jujur mengungkapkan isi hatinya pada kami orang buta
bagai mana cara merawat rumah? Seperti nyapu, ngepel, lantai dan nyuci baju.
Diantara orang-orang tersebut ada yang kasihan
entah memang percaya dengan kami, ahirnya kami dapat kontrakan luas 2m panjang
8m. Rumah kontrakan Kami terletak di belakang asrama Kopassus di Serang,
Banten.
Rumah kontrakan kami tersebut perbulan 500ribu,
waktu itu kami hanya membawa baju saja ke kontrakan, ya memang hanya baju dan
nekat itu saja yang kami punya. Banyak yang entah aneh atau bagaimana,
lingkungan di sekitar kontrakan setiap saya tanya perihal warung sembako,
pasar, tidak ada yang mau ngasih tahu. Kalaulah ada yang jawab, pasti katanya
jauh.
Bukanya dikasih arah, untungnya masih ada masjid
di dekat kontrakan kami tersebut. sudah 7 hari saya dan istri ngontrak, kami
hanya makan di warung indomie dekat masjid, Sudah setiap waktu saya bertanya
tentang warung, pasar, hasilnya 0.
Saya waktu itu sempat mau menyerah, sudah mau
pulang saja. Tapi istri selalu mensuport agar saya selalu tegar dan pantang
putus asa. Di waktu saya menunaikan ibadah, hanya 1 yang saya minta, kepada
Allah agar kami diberi ketenangan dalam hati supaya kami ikhlas menerima
apa yang jadi ketentuanya.
Agar hati ini dijauhkan dari rasa putus asa,
diberi mental yang pantang menyerah, begitu terus menerus. Uang sudah hampir
habis, waktu kontrakan kurang sedikit lagi masuk masa tempo.
Ohya lupa, Kami bersih-bersih rumah ada sapu ya
peralatan bersih-bersih makai yang ada di kontrakan. Menurut kata pemilik
kontrakan tersebut peralatan tersebut milik yang ngontrak sebelumnya.
Alhamdulillah dengan kesungguhan kami, atas izin Allah rumah yang kami tinggali
bersih, itu kata yang punya rumah.
Ketentuanya Allah berlaku atas kami, Ya waktu itu
kontrakan masa waktu berakhir kontrakan kurang 3 hari lagi. Uang sudah tinggal
70 ribu, ya 70.000 tapi waktu sore itu, segalanya terbayarkan.
Seperti biasa habis shalat di masjid berjamaah,
langsung kami duduk-duduk di warung indomi. Sambil menunggu pesanan indomi kami
matang, tiba-tiba ada yang bertanya kepada saya apa benar saya bisa mijit? Kata
suara tersebut kepada saya.
Saya langsung jawab bisa. Singkat nya saya diajak
ke tempat yang pada akhirnya saya ketahui adalah asrama Kopassus.
Disitu saya menerapi 4 orang, dan Alhamdulillah
saya dapat memberi service terapi yang maksimal. Semua atas kuasa Allah serta
doa istri yang tak pernah lelah setiap waktu. Saya dapat uang dari mijat itu 4
juta, langsung sujud syukur kami di rumah kontrakan tersebut.
Langsung saya bayar rumah kontrakan 2 bulan
sekaligus, atas informasi di taman Kopassus tersebut ternyata dekat sama pasar.
Dengan yakin Kami jalan 2 km untuk mencari pasar. Alhamdulillah ketemu pasar
dan pertama yang kami lakukan mencari warung nasi.
Kami harus isi perut kami dulu, sebab sudah
hampir 1 bulan kami hanya makan indomi. Meski banyak orang dipasar tersebut
menyangka kami pengemis, tapi Alhamdulillah kami dapat meyakinkan mereka, bahwa
kami bukan pemilik mental pengemis.
Akhirnya kami setelah bayar apa yang sudah kami
makan, lalu kami beli prabotan rumahtangga, seperti piring, mangkok, dan tidak
lupa kompor serta beras. Pasti pembaca heran, orang buta kok beli kompor
segala.
Apakah bisa masak nasi? Nyalain kompornya gimana?
Ya saya sendiri juga bertanya dalam hati, apa
bisa Kami orang yang beda, orang yang lampu saja tidak melihat kok masak.
Tapi itulah hidup, segala itu perlu dicoba.
Saya selalu ingat kata guru ngaji saya dulu
dikampung, Bahwa untuk mencapai surga itu butuh perjuangan. Berjuang ibadah
tepat waktu, berjuang ikhlas, dan selalu mensyukuri apa yang telah Allah beri
untuk kita. Yakinlah bahwa diri ini mampu.
Awal kami masak ya goreng tempe gosong, tangan
kena minyak panas, ya sekali lagi yakin kalau kami mampu melewati tantangan
tersebut, Allhamdulillah istri bisa masak dengan rasa yang sangat luar biasa
enak. Waktu itu pertama istri bisa masak yang pas adalah sayur bayam, ceplok
telur dan sambal trasi.
Itulah yang saya maksud Allah bayar kesabaran
sebulan dengan kenikmatan yang luar biasa. Bukan uang 4 juta itu melainkan
masakan seorang istri yang benar ada rasanya dari yang tidak dapat masak
sama sekali.
2014/05/24 Alhamdulillah anak kami Muhammad Fidia
Rizki terlahir di tengah-tengah kami. Meski dengan proses sesar tapi
Alhamdulillah si buah hati dan ibunya selamat. Dokter dan keluarga cemas kalau
si kecil buta, akhirnya dokter spesialis mata dan THT melakukan tes dan
Alhamdulillah hasilnya anak kami normal. Fisik maupun jiwa, Sebenarnya Kami
tersinggung atas pernyataan mereka tersebut, tapi ya kami harus terima dengan
ikhlas.
Setelah pulang dari RS, kami hanya 1 bulan di
rumah orang tua. Meski dirumah orang tua tapi memandikan si kecil, memakaikan
baju, intinya semua keperluan si kecil adalah Kami orang buta ini yang
mempersiapkan.
Setelah 1 bulan di rumah kami memutuskan untuk
berangkat ke kontrakan. Walaupun keluarga tidak mengizinkan kami bertiga pergi,
tapi kami sudah mantap untuk hidup mandiri. Kami siap membesarkan anak kami
secara mandiri tanpa campur tangan siapapun. Ahirnya sampai saat ini putra Kami
usia 4 tahun ternyata kami mampu.
Pada moment hari keluarga nasional yang jatuh
pada 29.06.2018 Semoga kita dapat mengerti, memahami, arti keluarga.
Keluarga adalah motivasi kita, Bahagiakan mereka.
Sayangilah pasangan masing-masing dengan ikhlas
karena Allah.
Pada kesempatan kali ini saya ingin sedikit
berharap kepada masyarakat indonesia, Berilah kesempatan pada kami
keluarga disabilitas untuk hidup berdampingan dengan kalian.
Tempatkanlah rasa kasihan Anda pada tempatnya.
Jangan di diskriminasi kami.
Meski kami beda, tapi ini bukan kami yang minta.
Kami beda tapi hati dan jiwa kami dan kalian
sama.
Kami keluarga difabel. Mempunyai impian bisa
mendapat hak yang sama dinegri ini. Melalui tulisan yang sederhana ini saya
ingin berpesan bahwa perbedaan ini semoga kita dapat mensyukuri yang Allah
beri.
Mohon maaf buat pembaca semua jika ada yang
kurang berkenan.